Untuk menghormati Malaya yang baru #merdeka, Indonesia melarang penyiaran lagu populer Terang Bulan karena melodi lagu tsb sudah dipilih untuk jadi nada lagu kebangsaan Malaya.
Keratan berita dari Het Nieuwsblad voor Sumatra terbitan Medan, 30 Agustus 1957.
Terang Bulan sendiri lagu keroncong. Digubah pertama oleh August Mahieu, seorang Indo-Prancis yang antara 1891-1903 mengasuh kelompok teater bangsawan "Komedie Stamboel" di Surabaya. Belakangan melodinya diketahui diambil dari La Rosalie karya komposer Pierre-Jean de Béranger.
Sementara lirik Terang Bulan, seperti umumnya lagu keroncong, diambil dari pantun rakyat.
Bisa dilihat, keratan koran pertama ini pantun tanpa judul di De Locomotief, 13 Des 1881 . Sementara yang kedua versi lirik keroncongnya, muncul di Bataviaasch nieuwsblad, 4 Agst 1918.
Lagu tsb menjadi hit setelah dinyanyikan dalam film Terang Boelan. Dibintangi R. Mochtar dan Roekiah
[P.S. Sebab lagu ini pula kelak Soekarno dianggap menghina Malaya: ia menyanyikannya di muka Afro-Asian Journalists Conference di Istana Bogor, 29 April 1963]
Soal lagu negeri Perak.
Menurut nota resmi kerajaan Perak, dikutip Sg Free Press 10 Des 1948, lagu tsb dibuat berdasarkan Stambul Dua [ini gubahan August Mahieu, baca twit kedua dalam thread ini]. Bukan dari lagu Seychelles seperti yang beredar luas.
Kisah dua sejoli menipu presiden Soekarno dan khalayak Indonesia awal tahun 1958.
Cerita ringkasnya bisa didengar lewat lagu Radja Idrus-nya Tetty Kadi (1968) ini. Lagu dari .
Semua bermula di Palembang, 8 Agustus 1957. Idrus bin Trees, seorang pria 42 tahun menemui para pejabat sipil dan militer.
Ia mengaku sebagai Raja Kubu, suku di pedalaman Sumatra Selatan. Juga keturunan dinasti Sriwijaya. Klaimnya disokong 5 orang punggawa kerajaan yang ia bawa.
Pertemuan dg para pejabat tsb berbuah surat keterangan. Masa itu memang banyak wilayah di Sumatra belum terjamah otoritas negara. Perkataan Raja Idrus dipercaya begitu saja.
Berbekal surat itulah sang Raja bisa bertemu Presiden Soekarno di Istana Negara, Jakarta, 10 Maret 1958.
Kita pasti sering melihat potret 25 lelaki [diduga] simpatisan Partai Komunis Indonesia duduk melipat kaki dalam sebuah lubang di Boyolali akhir 1965 ini.
Namun hampir pasti juga kita belum pernah mengetahui kisah asalnya. Ini cerita mereka yang dilupakan.
Kita pasti biasa berasumsi mereka tengah menunggu eksekusi. Tak lama setelah potret diambil mungkin mereka sudah meninggalkan alam manusia. Bebas dari derita.
Begitu bukan?
Namun nyatanya semua nestapa baru mau akan dimulai. Potret tsb titik awal, bukan titik akhir.
Orang² tsb baru diambil tentara dari pelbagai desa di Boyolali. Diangkut truk. Lalu disuruh masuk lubang begitu saja.
Untuk apa? Untuk duduk diam menekuk kaki sehari semalam. Tanpa berdiri. Tanpa bertanya. Tanpa makanan. Tanpa air. Tanpa diberi tahu salah dosa mereka.
mangkat pada 2 Des 1899, Alimuddin yang sudah bergelar Sultan Muda sejak 1876 segera diangkat sebagai ganti.
Alimuddin sah diakui sebagai sultan Kutai Kartanegara mengikut surat Gubernur Jenderal No 9 22 Maret 1900. Gelar penuhnya Aji Muhammad Alimuddin Al-adil Khalifatul Mu'minin.
Kenaikan Alimuddin ditandai penekenan kontrak dg pemerintah Hindia Belanda 3 bulan kemudian, 25 Juni.
73 tahun lalu, saat bom atom menghancurkan kota Hiroshima, 5 mahasiswa Indonesia dan masing seorang² dari Malaya dan Brunei selamat dari maut.
Kiri ke kanan:
Berdiri: Tarmizi 🇮🇩, bapak angkat, Pengiran Yusof 🇧🇳.
Duduk: Hasan Rahaya 🇮🇩, Abdul Razak 🇲🇾, Arifin Bey 🇮🇩.
Mereka bagian dari 南方特別留学生, program belajar bagi warga daerah pendudukan Jepang wilayah selatan. Total semuanya 205, 81 antaranya dari Indonesia.
Mereka berangkat dalam 2 periode: Mei 1943 dan April 1944. Untuk kemudian masuk sekolah bahasa dulu selama setahun.
Baru setelahnya ke universitas. 7 orang yang disinggung di awal masuk Hiroshima Bunrika Daigaku.
Saat Hiroshima dibom, Arifin, Hasan, Abdul Razak, dan Yusof tengah di dalam kelas. Mendadak cahaya seperti kilat terlihat dari luar, tanpa suara, diikuti runtuhnya kelas mereka.