Selama hidupnya manusia, katanya, kita akan dihadapkan pada 3 jenis pilihan.
1. Pilihan ENAK vs TIDAK ENAK 2. Pilihan ENAK vs ENAK 3. Pilihan TIDAK ENAK vs TIDAK ENAK
Kata #MasPsikolog, kemampuan memilih utk 3 jenis pilihan ini menentukan seseorang sanggup jd dewasa atau gak.
Naga-naga bakal jd tret panjang 😂
Setelah 4 hari berlalu... mari cerita obrolan dengan #MasPsikolog ini dilanjutkan.
(Halaaaah..)
Jadi kan, kata #MasPsikolog, selama hidup kita akan dihadapkan pada 3 jenis pilihan. 1. ENAK vs TIDAK ENAK 2. ENAK vs ENAK 3. TIDAK ENAK vs TIDAK ENAK
Katanya lagi, kemampuan belajar menghadapi situasi memilih ini harusnya penting dikuasai sejak masih anak-anak.
Kenapa kok gitu?
Karena kalah udah lulus dari belajar memilih ini, akan menentukan banyak skill hidup lainnya.
Skill hidup lainnya itu apa aja?
Banyak banget.
Ketika seseorang belajar memilih (dengan 3 jenis pilihan tadi), lalu dia selanjutnya akan:
- belajar sanggup kecewa
- belajar bersepakat
- belajar berjuang
- belajar menerima resiko
- dll dsb.
Menurut #MasPsikolog, basic skill menjadi dewasa adlh kemampuan memilih.
Jenis pilihan 1: ENAK vs TIDAK ENAK.
Lha ini jenis pilihan paling dasar, yg paling gampang dipilih.
Enak vs Tidak Enak.
Ya jelas pilih enak tho ya.😂
Minimal utk jenis pilihan yg satu ini, seseorang udah aware, udah paham, udah sadar, mana yg enak dan mana yg gak enak utk dia.
Jenis pilihan 2: ENAK vs ENAK.
Lha ini lebih susah dari yg tadi kan.
Dikasih 2 pilihan, semuanya enak.
Nah loh. 😂
Secara naluriah, kita pasti pengen dapet dua-duanya ajalah ya.
Lha wong pilihannya enak semua.
"Rugi amat kalau cuma pilih satu, Mas.. 😐"
"Lho ya ini representasi hidupmu.
Misal di situasi kerja, kalau kamu gak bisa milih, ya udah bosmu yg milihin.
Partnermu yg milihin.
Kalau kamu serakah pengen dapet semua?
Ya bisa-bisa malah kamu gak dapet apa-apa."
Wa iya bener juga ya. 😶
Jadi ya, menurut #MasPsikolog, belajar memilih antara ENAK vs ENAK ini akan melatih seseorang utk gak serakah.
Gak maruk.
Plus belajar bersyukur.
Kalau skill memilih ENAK vs ENAK ini belum lulus, yaa.. ya coba liat contoh sekeliling kita aja lah. 😌
Gak usah liat sekeliling, Tik.
YA LIAT DIRIMU SENDIRI AJALAH ITU.
Semua-semua kamu pengenin.
Ya itu, kamu belum lulus skill memilih ENAK VS ENAK ituu..
😔
#MasPsikolog: "Hahaha. Ya idealnya ini dilatih sejak anak-anak. Tp kan gak semua ortu mengerti cara mendewasakan anak.."
Lalu jenis pilihan yg terakhir:
TIDAK ENAK vs TIDAK ENAK.
Ini jauh lebih susah ketimbang 2 jenis pilihan yg sebelumnya yaa. 😐
Dikasih pilihan, tapi semuanya gak enak.
Lha males banget milih. 😐
Kan ya pengennya gak usah milih aja.
Gak pengen dapet semuanya. 😐
#MasPsikolog: "Lha ingat aturan belajar memilih tadi, Dek.
Kalau kamu gak memilih, ya orang lain yg memilihkan buatmu.
Kalau kamu pengen semua, kamu gak dapet apa-apa."
😐
Kata #MasPsikolog lg, jenis pilihan TIDAK ENAK vs TIDAK ENAK ini emang paling sulit, dan PALING PENTING.
Kenapa kok belajar memilih TIDAK ENAK vs TIDAK ENAK ini paling penting dari jenis pilihan yg lain?
Krn jenis pilihan ini akan jadi penentu apakah seseorang sanggup (mau + mampu) survive dlm situasi gak menyenangkan buat dia.
Akan jd penentu seseorang utk belajar kecewa.
Keterampilan memilih antara pilihan TIDAK ENAK vs TIDAK ENAK ini, juga menentukan seseorang akan bisa belajar bersepakat atau gak.
Bersepakat dengan siapa?
Ya bersepakat dengan orang lain.
Dan juga BERSEPAKAT DENGAN DIRI SENDIRI.
(Jleb jleb jleb dadaku bagai digolok-golok)
#MasPsikolog: "Kalau kamu pengen menghindar dari pilihan TIDAK ENAK vs TIDAK ENAK ini ya wajar kok, Dek.
Manusiawi.
Lha wong memang pilihannya ya gak menyenangkan semua.
Ya namanya ya belajar.
Kan gak harus langsung bisa. ^^
Tapi ingat, kalau kamu gak memilih, maka.."
Daku menyahut dengan cepat,
"Iyaaa.. Kalau aku gak milih, orang lain yg pilihkan.. 😐😐"
MasPsikolog: "HAHAHA. Ya kalau kamu siap dengan resiko ketika orang lain yg memilihkan pilihan buatmu, ya gak ada masalah.
Kan kita ini ya memilih atas resiko yg paling mampu kita hadapi."
Wah clue menarik.
KITA MEMILIH PILIHAN YG RESIKONYA BISA KITA HADAPI.
Daku manggut-manggut berusaha meresapi segalanya (walopun bikin puyeng dan malas mikir dan pengennya nonton tiktok aja).
Daku: "Eh, Mas. Td Mas bilang, dgn skill memilih, bs utk belajar kecewa. Itu gmn tho?"
#MasPsikolog: "Hmm ini rada panjang.
Sebentar.. Dari mana ya ngurutinnya ya..
Jadi gini.
Manusia itu perlu punya KETERAMPILAN MEMILIH agar menjadi pribadi dewasa.
Kalau sudah lancar memilih (terutama pilihan yg paling sulit tadi), seseorang itu masuk ke tahap belajar kecewa."
MasPsikolog: "Kenapa kok mendadak jadi ngobrolin soal belajar kecewa?
Kecewa kan kondisi tidak puas krn tidak mendapatkan yg dimaui.
Ketika pilihan yg ada hanya TIDAK ENAK vs TIDAK ENAK, padahal kita pengennya kan dpt yg enak terus.
Di titik itu seseorang bisa mengalami kecewa."
#MasPsikolog: "Kecewa ini manusiawi.
Selama kita jd manusia, kita akan menemui situasi2 yg tidak kita maui.
Jadi kita gak bisa melarang orang atau anak kita utk kecewa.
Ketika kita melarang orang/anak kecewa, itu sama saja MINTA ORANG/ANAK ITU UNTUK TIDAK JADI MANUSIA LAGI."
Jleb.
Dadaku tergolok-golok.
Duh aku jd merasa bersalah ke anakku.
Dan jd merasa bersalah ke orang-orang yg pernah kukomentari demikian.
Mohon maafkan aku ya.. 😭😭
Daku: "Jadi gmn dong? Kalau misal aku lg kecewa, aku harus gmn?"
#MasPsikolog: "Belajar kecewa yang AMAN dan NYAMAN itu yang:
- tidak merusak
- tidak merugikan orang lain
- tidak merugikan diri sendiri.
Itu syarat belajar kecewa yg aman.
Bentuknya gimana?
Silakan Tika explore sendiri. 😊"
Yah.
Harus explore sendiri, berarti harus trial error dong. 😐
(Ya gini ini contoh manusia yg mau enaknya aja 😂, maunya dikasih tau tapi malas mikir sendiri..)
#MasPsikolog: "Ya iya tho, Dek.
Kamu sama aku kan dua karakter yg beda.
Dua manusia yg beda.
Kebutuhan jg beda."
#MasPsikolog: "Krn aku dan kamu berbeda (walau tampak sama, sama-sama punya tangan kaki hidung mulut telinga), tentu makna AMAN dan NYAMAN kita berdua ya beda. 😊"
Daku: "Eh gimana kl ternyata seseorang itu belum belajar kecewa yg aman?"
MasPsikolog: "Maka dia akan memaksa."
Ha?
Orang yg belum sanggup kecewa yg aman akan memaksa? 😐
#MasPsikolog: "Iya.
Jadi kan, kalau seseorang kecewa (krn misal pilihan hidupnya adalah TIDAK ENAK vs TIDAK ENAK), maka dia perlu menyalurkan emosi kecewanya dengan aman dan nyaman.
Biar apa? Biar si kecewa tidak.."
"Biar si kecewa tidak berkelanjutan menguasai diri.
Karena kalau seseorang sudah terlanjur dikendalikan rasa kecewa, tp tidak belajar menyalurkan rasa kecewanya, maka dia jadi pengen mengendalikan situasi.
Lalu, dia jadi memaksa agar situasi bisa terjadi menurut yg dia pengen."
"Ketika seseorang memaksa, maka dia sedang berperilaku ADU MENANG.
Jadi tho Dek, anak-anak yg tidak dibolehkan kecewa dan tidak diarahkan utk belajar kecewa yg aman, maka usia tuanya bisa jd berperilaku suka memaksa.
Jadi Tika sebaiknya hindari hal-hal seputar melarang kecewa."
Glek.
Daku: "Melarang kecewa itu misalnya yg kayak gimana tho, Mas?"
#MasPsikolog: "Macem-macem bentuknya, Dek.
Misalnya, nyuruh orang lain move on.
Padahal rasa kecewanya orang itu belum disalurkan.
Itu namanya kamu menghambat proses orang itu utk belajar kecewa."
LALALALALALALALA.
TERTUJES-TUJES SUDAH DIRIKU INI, MAS.
#MasPsikolog: "Atau sesimpel kamu minta orang lain buat melupakan sajalah memori yg bikin mereka kecewa.
Padahal yg dibutuhkan si orang itu cuma penyaluran rasa kecewa.
"...Setidakmenyenangkan apapun suatu memori, kalau rasa kecewa sudah bisa disalurkan dengan aman dan nyaman, walaupun kita masih ingat si memori ya gak bakal berasa apa-apa.
Masih ingat diselingkuhi mantanmu jaman kuliah dulu? Gimana rasanya?"
Wah buset bawa-bawa memori mantan.
Daku: "Ngngng.. Mantan yang itu ya?
Halah, Mas, udah gak berasa apa-apa.
Eh tapi dulu aku jungkir balik sih waktu itu hahahaha.
Tapi sekarang ya udah gak mbekas.
Wong udah dapet yg lebih bagus berkali-kali lipat."
Daku: "Jadi kl gak sanggup menanggung kecewa yg aman, orang jd maksa. Lalu gmn?"
#MasPsikolog: "Kalau gak menunaikan kecewa dengan aman, seseorang akan memaksa.
Kalau sudah muncul perilaku memaksa, maka orang itu akan susah utk bersepakat.
Termasuk BERSEPAKAT DENGAN DIRINYA SENDIRI.
Nantinya lalu jadi susah hidup harmonis dengan orang lain.
Bahkan.."
"Bahkan bisa jadi seseorang itu lalu jadi susah hidup harmonis DENGAN DIRINYA SENDIRI."
😐😐
😭😭
Jleb jleb jleb.
"Buntutnya panjang ya, Dek? 😊
Soal kelancaran keterampilan memilih ini efeknya panjang, krn ya basic utk jd dewasa itu tadi. 😊"
Sehubungan dengan kisah kasus kehebohan yg terjadi kemarin (YANG MANA TIK?!), daku jadi ingat konsep #MasPsikolog memperlakukan orang ketika lagi "berulah".
Jadi ada 2 dasar penggerak perilaku seseorang.
1. EMOSI 2. STRATEGI.
Gimana taunya?
Dirasa. ^^
Bukan dipikirin. Dirasa.
Kita bahas perilaku yg terjadi karena digerakkan EMOSI dulu ya.
1. Biasanya perilaku itu adlh LETUPAN ENERGI yang menyertai pengalaman emosional. Baik yang menyenangkan maupun yang menyebalkan.
2. Perilaku yg digerakkan emosi ini, terjadi DI LUAR KENDALI PIKIR.
Refleks. Alami.
Karena di luar kendali pikir, ekspresinya akan alami. Atau ya berupa reflek sebagai hasil belajar.
Maksudnya HASIL BELAJAR tuh gimana?
Misal, anak yg sering liat Bapaknya marah-marah dgn banting pintu, kemungkinan besar si anak akan banting pintu jg kalo marah.
Hasil belajar.
Kata #MasPsikolog, ketika kita menghadapi situasi sulit, pilihan kita ada 3.
1. Kuasai 2. Adaptasi 3. Selamatkan diri
Ini daku mau bahas apa kata si Mas soal ADAPTASI.
Karena dlm hidup ya kadang kita gak punya wewenang utk menguasai.
Dan gak punya celah utk selamatkan diri.
Jadi kata si #MasPsikolog, ketika kita gak bisa menguasai keadaan tapi juga gak bisa pergi menyelamatkan diri, berarti satu-satunya pilihan ya BERADAPTASI.
Naaah tantangan paling berat ketika pengen beradaptasi adalah:
BUTUH KESANGGUPAN KITA BUAT MERASAKAN SISI GAK ENAKNYA.
Sanggup itu yg gimana sih?
SANGGUP = MAU + MAMPU.
Kalau mau, tapi gak mampu, berarti ya gak sanggup.
Dan sebaliknya.
Kenapa kok adaptasi itu harus SANGGUP MENGHADAPI rasa gak enak?
Yaa krn kita hrs mengubah diri UTK SELARAS dgn situasi yg gak ngenakin buat kita.
Tentang FASILITAS PELINDUNG (FasPel) dan FASILITAS BELAJAR (FasBel) untuk anak.
Bedanya apa?
Gimana caranya?
Apa efeknya?
Dll dsb dkk.
Fasilitas Pelindung (FasPel) itu kodrat orangtua.
Ortu gak perlu susah-susah belajar jd fasilitas pelindung karena emang secara naluriah pasti pengennya melindungi anaknya.
Nah tapi pertanyaannya, sampai kapan orangtua bisa melindungi anaknya?
Anak suatu hari akan besar dan..
Anak suatu hari akan jadi besar dan harus mampu berdiri sendiri.
Anak suatu hari harus jd dewasa.
Harus bisa berpikir sendiri, memutuskan pilihan hidupnya sendiri,
memikirkan solusi hidupnya sendiri,
dan merasakan resiko dari keputusannya sendiri.